Everything about me is beautiful gift From God

Monday, March 25, 2013

Terapi Client Centered

Carl Rogers merupakan tokoh yang  mengembangkan terapi client centered. Menurut Rogers kesulitan penyesuaian diri (maladjustment) terjadi bila terdapat kesenjangan yang jauh antara ideal selves dgn real selves sehingga menyakitkan

Tujuan dari terapi client centered adalah  : mengurangi kesenjangan & rasa sakit yg disebabkan dqan  menciptakan iklim kondusif bagi usaha klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh


Terapi Client Centered mencoba membantu klien dg memfasilitasi kesadaran klien dengan cara memelihara hubungan klien-terapis. Setiap orang mempunyai sumber-sumber dan kekuatan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Secara alamiah setiap orang termotivasi untuk mengembangkan potensi-potensinya dan mencapai aktualisasi diri.
Tonggak terapi client centered adalah beranggapan bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yg menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan & menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri.

Klien dengan segera belajar bahwa dia bertanggung jawab atas dirinya sendiri & bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri yg lebih besar.

3 ciri pribadi terapis
Keselarasan atau kesejatian
         terapis tampil nyata, terintegrasi, bersikap spontan, sanggup menyatakan kemarahan, kekecewaan, kesukaan, ketertarikan dll

Perhatian positif tak bersyarat
         perhatian yg mendalam & tulus, tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian perasaan, pemikiran & tingkahlaku klien sbg baik atau buruk
Pengertian empatik yang akurat
         mengerti secara peka perasaan & pengalaman klien.

Kelemahan terapi client centered terletak pada cara sejumlah pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap2 sentral dari posisi client centered


Sumber
Findryawati.staff.gunadarma.ac.id
Read More

Terapi Humanistik Eksistensial


Terapi humanistik eksistensial lebih memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar dan juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang bukan pada masa lampau.

Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.

Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey pada tahun 1999, terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.

Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama dari seorang terapis adalah berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya. Tugas terapis diantaranya adalah membantu klien agar menyadari keberadaanya dalam dunia: “Ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia”. Peran terapis sebagai ”spesialis mata ketimbang pelukis”, yang bertugas memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien.

Penerapan Teknik dan Prosedur Terapeutik
Pendekatan eksistensial pada dasarnya tidak memiliki perangkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainya. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari Gestalt dan analis Transaksional pun sering digunakan. Akan tetapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah penggunaan kemampuan dari pribadi terapis itu sendiri.

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis.

Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap. Dalam tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal pencitpaan masalah dalam kehidupan mereka.

Pada tahap pertengahan, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.

Tahap Terakhir berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.



Bentuk Terapi Berdasarkan Jumlah Klien
• Client centered therapy (Rogers)
– Fokus pada klien dg asumsi bhw klien merupakan pakar yang terbaik
bagi dirinya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya
– Terapis sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah.

Terapi ini disebut juga client centered therapy atau terapi nondirektif. Teknik ini awalnya dipakai Carl Rogers pada tahun 1942. Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiwa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana.
Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik.Rogers berpendapat bahw terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien.

• Group therapy
– Memberi kesempatan bagi klien untuk memecahkan masalahnya
dengan kehadiran orang lain untuk mengamati bagaimana reaksi
orang atas perilaku mereka

• Encounter group (kelompok pertemuan)
– Pemecahan masalah untuk mengkaji pengalaman antara para anggota

• Family therapy
– Mengatasi masalah2 keluarga

Kelebihan

  • Efisien
  • Efektif
  • Didukung oleh teknis2 yang telah diuji secara empiris
  • empiris
  • Dapat digunakan secara luas

Sumber:
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius
http://www.psikologizone.com/konseling-terapi-pendekatan-eksistensial/06511676


Read More

Terapi Psikoanalisa


Definisi
Terapi psikoanalitik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalitik”. Secara eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-masalah tingkah laku. Sedangkan “psikoanalitik” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Dengan demikian, terapi psikoanalitik dapat dipahami sebagai perawatan yang dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan metode hipnotis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.

Metode
Dalam psikoanalsis Freud, metode diterjemahkan sebagai cara yang digunakan untuk membantu pasien dalam memperoleh pemahaman mengenai konflik-konflik tak sadar yang dia alami sekaligus memecahkannya.
Secara umum, ada sekitar lima metode yang digunakan Freud, yaitu hipnotis (pada masa awal), asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.

a. Hipnotis
Awal kemunculan hipnotis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal.
Freud berpikir dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnotis untuk melihat alam tak sadar manusia.
 Hipnotis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu:
  •        perhatiannya dipersempit dan terfokus,
  •        menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi,
  •        sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif,
  •        tanggapan terhadap rasa sakit berkurang,
  •        sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.

b. Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.
Dijelaskan kemudian, bahwa asosiasi bebas merupakan proses mengatakan apapun yang terlintas dalam pikiran secara bebas, berkaitan dengan mimpi, fantasi, atau konflik tanpa memberikan komentar apapun. Sedangkan Goble (1991: 137), menjelaskan asosiasi bebas sebagai suatu teknik di mana pasien, dalam keadaan rileks, biasanya berbaring di atas dipan, berbicara tentang apa saja yang melintas dalam pikirannya, tanpa terlalu banyak dipotong.

c. Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
Sebagai contoh, Tedi bermimpi terbang menaiki Garuda Indonesia. “Terbang” adalah muatan yang tampak atau muatan manifes dari mimpi. Freud percaya bahwa “terbang” merupakan simbol dari ereksi, jadi mungkin muatan laten dari mimpi merefleksikan isi bawah sadar yang berkaitan dengan ketakutan akan impotensi.
Analisis mimpi, sebenarnya lebih dapat dipahami sebagai suatu bentuk asosiasi bebas, tapi dalam konsep Freud, mimpi merupakan suatu bentuk kegiatan mental yang sangat terorganisasi sehingga patut diperhatikan secara khusus.

d. Transferensi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.

Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
e. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri. Inilah alasannya mengapa psikoanalis harus menjalani analisis diri pribadi.

Kelebihan Dan Kekurangan Terapi Psikoanalisis

Kelebihan
· Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat. · Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
· Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.

Kekurangan
· Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
· Memakan banyak biaya bagi klien
· Karena waktunya lama, bisa membuat klien menjadi jenuh
· Diperlukan terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi


Sumber:
Naisaban, L. (2004). Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Aminulah, Aabf Arwani. Terapi Psikoanalitik. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik-328149.html. diubduh pada 25 Maret 2013.
Read More

Monday, March 25, 2013

Terapi Client Centered

Carl Rogers merupakan tokoh yang  mengembangkan terapi client centered. Menurut Rogers kesulitan penyesuaian diri (maladjustment) terjadi bila terdapat kesenjangan yang jauh antara ideal selves dgn real selves sehingga menyakitkan

Tujuan dari terapi client centered adalah  : mengurangi kesenjangan & rasa sakit yg disebabkan dqan  menciptakan iklim kondusif bagi usaha klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh


Terapi Client Centered mencoba membantu klien dg memfasilitasi kesadaran klien dengan cara memelihara hubungan klien-terapis. Setiap orang mempunyai sumber-sumber dan kekuatan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Secara alamiah setiap orang termotivasi untuk mengembangkan potensi-potensinya dan mencapai aktualisasi diri.
Tonggak terapi client centered adalah beranggapan bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yg menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan & menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri.

Klien dengan segera belajar bahwa dia bertanggung jawab atas dirinya sendiri & bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri yg lebih besar.

3 ciri pribadi terapis
Keselarasan atau kesejatian
         terapis tampil nyata, terintegrasi, bersikap spontan, sanggup menyatakan kemarahan, kekecewaan, kesukaan, ketertarikan dll

Perhatian positif tak bersyarat
         perhatian yg mendalam & tulus, tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian perasaan, pemikiran & tingkahlaku klien sbg baik atau buruk
Pengertian empatik yang akurat
         mengerti secara peka perasaan & pengalaman klien.

Kelemahan terapi client centered terletak pada cara sejumlah pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap2 sentral dari posisi client centered


Sumber
Findryawati.staff.gunadarma.ac.id

Terapi Humanistik Eksistensial


Terapi humanistik eksistensial lebih memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar dan juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang bukan pada masa lampau.

Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.

Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey pada tahun 1999, terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.

Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama dari seorang terapis adalah berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya. Tugas terapis diantaranya adalah membantu klien agar menyadari keberadaanya dalam dunia: “Ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia”. Peran terapis sebagai ”spesialis mata ketimbang pelukis”, yang bertugas memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien.

Penerapan Teknik dan Prosedur Terapeutik
Pendekatan eksistensial pada dasarnya tidak memiliki perangkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainya. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari Gestalt dan analis Transaksional pun sering digunakan. Akan tetapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah penggunaan kemampuan dari pribadi terapis itu sendiri.

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis.

Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap. Dalam tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal pencitpaan masalah dalam kehidupan mereka.

Pada tahap pertengahan, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.

Tahap Terakhir berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.



Bentuk Terapi Berdasarkan Jumlah Klien
• Client centered therapy (Rogers)
– Fokus pada klien dg asumsi bhw klien merupakan pakar yang terbaik
bagi dirinya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya
– Terapis sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah.

Terapi ini disebut juga client centered therapy atau terapi nondirektif. Teknik ini awalnya dipakai Carl Rogers pada tahun 1942. Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiwa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana.
Pendekatan humanistik Rogers terhadap terapi person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik.Rogers berpendapat bahw terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien.

• Group therapy
– Memberi kesempatan bagi klien untuk memecahkan masalahnya
dengan kehadiran orang lain untuk mengamati bagaimana reaksi
orang atas perilaku mereka

• Encounter group (kelompok pertemuan)
– Pemecahan masalah untuk mengkaji pengalaman antara para anggota

• Family therapy
– Mengatasi masalah2 keluarga

Kelebihan

  • Efisien
  • Efektif
  • Didukung oleh teknis2 yang telah diuji secara empiris
  • empiris
  • Dapat digunakan secara luas

Sumber:
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius
http://www.psikologizone.com/konseling-terapi-pendekatan-eksistensial/06511676


Terapi Psikoanalisa


Definisi
Terapi psikoanalitik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalitik”. Secara eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-masalah tingkah laku. Sedangkan “psikoanalitik” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Dengan demikian, terapi psikoanalitik dapat dipahami sebagai perawatan yang dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan metode hipnotis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.

Metode
Dalam psikoanalsis Freud, metode diterjemahkan sebagai cara yang digunakan untuk membantu pasien dalam memperoleh pemahaman mengenai konflik-konflik tak sadar yang dia alami sekaligus memecahkannya.
Secara umum, ada sekitar lima metode yang digunakan Freud, yaitu hipnotis (pada masa awal), asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.

a. Hipnotis
Awal kemunculan hipnotis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal.
Freud berpikir dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnotis untuk melihat alam tak sadar manusia.
 Hipnotis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu:
  •        perhatiannya dipersempit dan terfokus,
  •        menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi,
  •        sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif,
  •        tanggapan terhadap rasa sakit berkurang,
  •        sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.

b. Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.
Dijelaskan kemudian, bahwa asosiasi bebas merupakan proses mengatakan apapun yang terlintas dalam pikiran secara bebas, berkaitan dengan mimpi, fantasi, atau konflik tanpa memberikan komentar apapun. Sedangkan Goble (1991: 137), menjelaskan asosiasi bebas sebagai suatu teknik di mana pasien, dalam keadaan rileks, biasanya berbaring di atas dipan, berbicara tentang apa saja yang melintas dalam pikirannya, tanpa terlalu banyak dipotong.

c. Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
Sebagai contoh, Tedi bermimpi terbang menaiki Garuda Indonesia. “Terbang” adalah muatan yang tampak atau muatan manifes dari mimpi. Freud percaya bahwa “terbang” merupakan simbol dari ereksi, jadi mungkin muatan laten dari mimpi merefleksikan isi bawah sadar yang berkaitan dengan ketakutan akan impotensi.
Analisis mimpi, sebenarnya lebih dapat dipahami sebagai suatu bentuk asosiasi bebas, tapi dalam konsep Freud, mimpi merupakan suatu bentuk kegiatan mental yang sangat terorganisasi sehingga patut diperhatikan secara khusus.

d. Transferensi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.

Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
e. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri. Inilah alasannya mengapa psikoanalis harus menjalani analisis diri pribadi.

Kelebihan Dan Kekurangan Terapi Psikoanalisis

Kelebihan
· Terapi ini memiliki dasar teori yang kuat. · Dengan terapi ini terapis bisa lebih mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
· Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.

Kekurangan
· Waktu yang dibutuhkan dalam terapi terlalu panjang
· Memakan banyak biaya bagi klien
· Karena waktunya lama, bisa membuat klien menjadi jenuh
· Diperlukan terapis yang benar-benar terlatih untuk melakukan terapi


Sumber:
Naisaban, L. (2004). Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, Dan Karya. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Aminulah, Aabf Arwani. Terapi Psikoanalitik. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik-328149.html. diubduh pada 25 Maret 2013.

Popular Posts

Blogroll

Happy Apple

Blogger news

Search This Blog

Powered by Blogger.

© gp GETRUDE blog, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena