Everything about me is beautiful gift From God

Saturday, May 4, 2013

Behavior Therapy (Terapi Tngkah Laku)


Behavior Therapy (Terapi Tngkah Laku)
Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
1.       Pandangan Dasar
Sebelum kita mengulas tentang proses dan penerapan dari terapi ini, kita perlu tahu pandangan dasar dari terapi ini pada manusia itu sendiri. Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri. Namun, meskipun begitu, kedua behaviorisme ini tetap berfokus pada inti dari behaviorisme itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.
Pendekatan tingkah laku memiliki ciri yang unik yang membedakannya dengan pendekatan yang lain, yaitu:
a)      Perhatian lebih berpusat pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b)      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c)       Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d)      Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
Jadi pada dasarnya, tujuan terapi ini adalah memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
Sedangkan teori dasar dari pendekatan ini yaitu teori Classical Conditioning (Pavlov) dan Operant Conditioning (Skinner).
2.       Proses Terapi
a)      Tujuan terapi
Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
b)      Fungsi dan peran terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien.  Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
c)       Pengalaman klien dalam terapi
Pengalaman klien dalam terapi sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Dimana bila klien tidak mau diajak bekerja sama atau aktif maka tipis kemungkinan keberhasilan dari terapi.
d)      Hubungan antara terapi dan klien
Hubungan antara terapi dan klien memberi kontribusi yang signifikan bagi proses perubahan perilaku. Sehingga terapis dituntut memilki skill yang tinggi dalam membangun rapport pada klien.

3.       Penerapan Terapi : Teknik dan Prosedur
a)      Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
b)      Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
c)       Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
Ø  Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
Ø  Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
Ø  Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’.
Ø  Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya.
Ø  Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
d)      Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
e)      Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
f)       Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).




0 comments:

Post a Comment

Saturday, May 4, 2013

Behavior Therapy (Terapi Tngkah Laku)


Behavior Therapy (Terapi Tngkah Laku)
Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
1.       Pandangan Dasar
Sebelum kita mengulas tentang proses dan penerapan dari terapi ini, kita perlu tahu pandangan dasar dari terapi ini pada manusia itu sendiri. Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri. Namun, meskipun begitu, kedua behaviorisme ini tetap berfokus pada inti dari behaviorisme itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.
Pendekatan tingkah laku memiliki ciri yang unik yang membedakannya dengan pendekatan yang lain, yaitu:
a)      Perhatian lebih berpusat pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b)      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c)       Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d)      Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
Jadi pada dasarnya, tujuan terapi ini adalah memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.
Sedangkan teori dasar dari pendekatan ini yaitu teori Classical Conditioning (Pavlov) dan Operant Conditioning (Skinner).
2.       Proses Terapi
a)      Tujuan terapi
Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
b)      Fungsi dan peran terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien.  Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
c)       Pengalaman klien dalam terapi
Pengalaman klien dalam terapi sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Dimana bila klien tidak mau diajak bekerja sama atau aktif maka tipis kemungkinan keberhasilan dari terapi.
d)      Hubungan antara terapi dan klien
Hubungan antara terapi dan klien memberi kontribusi yang signifikan bagi proses perubahan perilaku. Sehingga terapis dituntut memilki skill yang tinggi dalam membangun rapport pada klien.

3.       Penerapan Terapi : Teknik dan Prosedur
a)      Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
b)      Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
c)       Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:
Ø  Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung
Ø  Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
Ø  Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’.
Ø  Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya.
Ø  Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
d)      Pencontohan (modelling methods), melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.
e)      Self-Management Programs, Teknik ini mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor merupakan mediator.
Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan, klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
f)       Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).




No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blogroll

Happy Apple

Blogger news

Search This Blog

Powered by Blogger.

© gp GETRUDE blog, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena